Selasa, 11 Maret 2014

Psikologi Umum : Perspektif Belajar (Learning)


Belajar merupakan sebuah kebutuhan bagi seluruh umat manusia. Karena dengan belajar kita bisa mengetahui sesuatu yang sebelumnya belum kita ketahui. Dengan belajar pula-lah kita bisa beradaptasi dengan lingkungan dimanapun kita berada. Tetapi apakah belajar hanya bisa dilakukan dalam keadaan formal (sekolah)? Tentu tidak. Karena pada dasarnya pengalamanlah yang menuntun manusia untuk berubah dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Pengalaman berperan penting dalam proses belajar manusia, bahkan bukan hanya manusia, hewanpun membutuhkan sebuah pengalaman.
Dengan pengalaman perubahan manusia dalam segi mental, fisik, maupun perilaku menjadi relatif menetap. Karena itulah pengalaman sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran baik dalam pembelajaran formal maupun informal.
Pembelajaran juga terbagi menjadi dua jenis. Yaitu pembelajaran asosiatif dan pembelajaran melalui pengamatan. Keduanya memiliki peran berbeda dalam merubah perilaku manusia. Pembelajaran asosiatif yang memiliki metode pengondisian klasik dan instrumental bergantung kepada rangsangan dan respons yang diterima oleh si pembelajar. Sedangkan pembelajaran melalui pengamatan cenderung merubah perilaku manusia atas apa yang selama ini dia amati, dalam hal baik maupun hal buruk.
Selain definisi dan jenis-jenis pembelajaran, adapula faktor-faktor yang akan mempengaruhi pembelajaran seseorang. Faktor-faktor tersebut ialah faktor kognisi, biologis, budaya, dan psikologis. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi pembelajaran seseorang dalam memahami suatu hal maupun dalam merubah perilaku seseorang. Untuk itulah dirasa perlu dijelaskan bagaimanakah sebenarnya faktor-faktor tersebut berparan dalam pembelajaran seseorang.
Dalam mempelajari hal apapun yang bersifat baru, pastilah melibatkan perubahan. Jika kita mempelajari sesuatu, contoh abjad, pasti kita tidak akan melupakannya setelah mempelajari dan menghafalnya. Dan di kemudian hari kita tidak perlu lagi belajar melalui proses yang sama karena cukup hanya sekali kita mempelajarinya.
Dalam proses belajar, biasanya manusia mempelajari sesuatu mulai dari hal yang mudah lalu berlanjut ke hal yang lebih sulit. Contohnya ketika sd mulanya kita belajar mengenal dan menghafal abjad, lalu setelah berhasil menghafalnya berlanjut belajar untuk membacanya, ketika awal belajar membaca metode pengejaan huruf diterapkan, berlanjut dengan metode tanpa mengeja, berlanjut lagi dengan membaca cepat, dan berlanjut lagi sampai seseorang yang tadinya tidak bisa membaca kini tulisannya banyak dibaca oleh masyarakat luas. Hal tersebut melibatkan sebuah perubahan perilaku yang relatif menetap. Dan juga melibatkan pengalaman sebagai tolak-ukur kemampuan yang dimiliki.
Dari contoh tersebut, kita sampai pada sebuah definisi mengenai pembelajaran (learning). Pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan yang melibatkan mental, fisik maupun perilaku yang relatif menetap yang muncul melalui pengalaman.
Secara umum pembelajaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembelajaran asosiasi dan pembelajaran melalui pengamatan.
“Pembelajaran asosiasi (associative learning) muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Pengondisian (conditioning) adalah sebuah proses pembelajaran asosiasi”(Chance, 2006). Terdapat dua jenis pengondisian, yaityu klasik dan instrumental (operant).
1.         Pengondisian Klasik
            “Pengondisian klasik adalah pembelajaran dari sebuah rangsangan netral yang diasosiasikan dengan rangsangan bermakna dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan respons yang sama”(king, 2010).
Contoh dari pengondisian klasik adalah sebagai berikut. Seorang kakak mengajak adiknya bermain ke pasar sambil membeli sesuatu. Ketika di pasar sang adik melihat pencopet yang sedang dihakimi massa. Si adik ketakutan karena baru pertama kali melihat kekerasan. Keesokan harinya Ibu mengajak adik kembali ke pasar, tapi baru saja sampai di gerbang pasar si Adik sudah ketakutan. Ketakutan sang Adik ketika melihat pasar menggambarkan proses pembelajaran yang disebut pengondisian klasik (classical conditioning). Dalam proses belajar ini, rangsangan netral (pasar) diasosiasikan dengan rangsangan lain yang bermakna6 (tempat kekerasan). Dengan hanya melihat pasar dapat menghasilkan respons yang sama ketika betul-betul melihat pengeroyokan pencopet.
Seorang ahli fisiologi asal Rusia yang bernama Ivan Pavlov, menarik kesimpulan atas eksperimen yang beliau lakukan. Kesimpulan tersebut menjelaskan bahwa sebuah rangsangan yang tidak dikondisikan (unconditioned stimulus-UCS) akan menghasilkan pula respons yang tidak dikondisikan (unconditioned respons-UCR). Pengertian dari rangsangan yang tidak dikondisikan adalah sebuah rangsangan yang menghasilkan sebuah respons tanpa pembelajaran sebelumnya. Adapun pengertian dari respons yang tidak dikondisikan merupakan respons yang tidak dipelajari, yang dihasilkan secara otomatis oleh UCS.
Adapula rangsangan yang dikondsikan (conditioned stimulus-CS) dan respons yang dikondisikan (conditioned respons-CR). Pengertian dari rangsangan dan respons tersebut adalah kebalikan dari rangsangan yang tidak dikondisikan dan respons yang tidak dikondisikan. Sama halnya dengan rangsangan yang tidak dikondisikan, rangsangan yang dikondisikan menghasilkan pula respons yang dikondisikan, singkatnya seperti ini UCS=UCR, CS=CR.


2.         Pengondisian Instrumental
Psikolog Amerika, B.F. Skinner (1938) mengembangkan konsep pengondisian instrumental. Pengondisian instrumental (operant) adalah sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana konsekuensi dari sebuah prilaku mengubah kemungkinan berulangnya prilaku. Skinner memilih kata operant untuk menjelaskan prilaku dari organisme-prilaku yang mengoprasikan lngkungan, dan sebaliknya, lingkungan beroprasi karna prilaku.
Adapula penelitian dari E.L. Thorndike (1898) menemukan kekuatan konsekuensi dalam menentukan prilaku yang di sengaja. Ketika pada waktu yang sama saat Pavlov sedang melakukan penelitian pengondisian klasik dengan anjing yang ber-air liur, thorndike juga sedang meniliti seekor kucing yang kelaparan. Thorndike meletakkan seekor kucing yang kelaparan dalam sebuah kotak dan meletakan sebuah ikan di luar kotak tersebut. Untuk keluar dari kotak dan mendapatkan makanan, kucing tersebut harus belajar membuka pintu kotak dari sebuah pedal yang dapat diinjak dalam kotak, awalnya, sikucing membuat beberapa respon yang tidak efektif, dia menggigit dan mencar papan kayu untuk mencoba keluar dari kotak dan mendapatkan ikan tersebut. Pada saat-saat tertentu, si kucing tidak sengaja menyentu pedal yang bisa membuka kotak. Hal ini berlangsung terus, kucing tersebut melakukan usaha-usaha secara acak sehingga usaha tersebut membuat kucing menginjak pedal untuk membuka kotak.
Proses belajar ketika seseorang mengamati dan meniru (imitasi) perilaku orang lain disebut sebagai pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pembelajaran melalui pengamatan sangat umum dilakukan seseorang. Baik dalam situasi pendidikan formal maupun situasi-situasi lainnya. Sebagai contoh, ketika melihat seseorang menendang bola ke arah gawang, kita dapat merasakan saat kegiatan tersebut dilakukan tanpa meminta bimbingan kepada orang lain karena kita telah memahaminya hanya dengan mengamatinya saja, adapun pembelajaran lebih lanjut tentang menendang bola umumnya dipelajari oleh seseorang yang memang menekuni dunia olahraga khususnya cabang sepak bola.
Menurut Bandura (1986) terdapat empat proses yang terlibat di dalam pembelajaran melalui pengamatan. Yaitu, perhatian, pengendapan, reproduksi motorik, dan penguatan. Agar pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi, hal pertama yang harus ada adalah perhatian. Untuk menghasilkan tingkah laku yang sama percis dengan seseorang yang ingin kita contoh tentu kita harus benar-benar memperhatikan apa yang diucapkan atau dilakukannya.
Pengendapan (retention) adalah proses kedua yang diperlaukan agar pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi. Untuk mereproduksi tindakan seorang model, kita harus menyimpan setiap informasi di dalam ingatan kita sehingga kita dapat mengeluarkan ingatan tersebut saat diperlukan. Sebuah gambaran verbalyang sederhana, atau gambar detail dari dari tindakan model dapat membantu proses pengendapan.
Reproduksi motorik (motor repruduction) adalah proses melakukan peniruan terhadap tindakan orang lain. Orang dapat memberi perhatian dan dapat mengingat apa yang telah mereka lihat. Namun, jika mereka memiliki keterbatasan metorik, maka akan sulit bagi mereka untuk mereproduksi tindakan orang tersebut.
Penguatan (reinforcement) atau pemberian insentif adalah komponen akhir dalam pembelajaran melalui pengamatan. Banyak kejadian, kita dapat memberikan perhatian dengan baik pada apa yang orang lain lakukan, mengendapkan informasi tersebut dan memiliki kemampuan motorik yang baik untuk merepruduksi tindakannya. Namun, sering kali kita gagal dalam untuk mengulangi tindakan tersebut karena kurangnya pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, kita hanya dapat melihat tentang proses kognitif ketika dalam pembelajaran melalui pengamatan. Pendekeatan skinner dalam pengondisian instrumental dan pavlov dengan pengondisian klasiknya sama-sama tidak memperhatikan bahwa faktor kognisi seperti ingatan, berpikir, merencanakan, dan pengharapan mungkin penting dalam proses pembelajaran.
Bahkan dalam perilaku hewan, terkadang tampaknya penting bahwa kita harus tetap memperhitungkan faktor kognitif agar bisa mendapatkan gambaran utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi. Contohnya, salah satu aspek penting dalam melatih anjing pelayan adalah adanya ketidakpatuhan selektif. Artinya selain mematuhi peraturan yang diberikan oleh majikannya, anjing-anjing ini harus dapat melanggar perintah majikannya sewaktu-waktu jika ternyata penilaian mereka terhadap lingkungan memberikan alasan untuk melakukannya.
Sebuah contoh pengaruh biologis terhadap pembelajaran adalah instinctive drift, yaitu kecerundungan binatang untuk kembali ke prilaku insting mereka yang mengganggu pembelajaran. Kita tidak dapat bernafas di dalam air, ikan tidak bisa bermain tenis meja, dan sapi tidak dapat mengerjakan soal matematika. Struktur tubuh dan organisme memungkinkanya untuk belajar hal-hal tertentu, dan menghambat untuk mempelajari hal lain (Chance, 2006).
Ketika pengaruh behaviorisme mulai berjaya dan meluas di amerika, para ahli dalam pengasuh anak beranggapan bayi dapat di bentuk menjadi jenis anak mana pun. Perilaku sosial yang diinginkan dapat dibentuk jika perilaku yang tidak diinginkan terus menerus dihukum, tidak pernah dimanjakan, dan perilaku positif dikondisikan dan diberi ganjaran dengan hati-hati dan terkontrol. Contohnya, seorang anak yang tinggal di desa yang terkenal dengan tenunannya akan menjadi ahli dalam membuat tenun, karna dia melihat dan mengerjakan tenun setiap hari dari pada anak yang terkenal dengan kerajinan batiknya.
            Carol Dweck, menggunakan mindset atau cara berpikir untuk menjelaskan bagaimana kepercayaan tentang kemampuan kita untuk menentukan tujuan yang kita tetapkan untuk diri kita sendiri apa yang kita pikir dapat di kita pelajari, dan apa yang dapat kita lakukan. Dweck dan teman-temannya melakukan study yang menggambarkan bagaimana pikiran kita memiliki pengaruh yang kuat apakah kita dapat mencapai potensi kita (Dweck, 2002a, 2002b, 2006; Dweck & Legget, 2000).
Dweck dan teman-temannya menemukan bahwa beberapa anak mendefiniskan intelegensi sebagai sesuatu yang tetap atau fix. Anak-anak ini percaya bahwa dalam hal kemampuan akademis, yang ada adalah ‘Anda memilikinya’, atau tidak memilikinya sama sekali. Untuk anak-anak ini, bekerja keras untuk mencapai target akademis hanya menunjukan bahwa Anda tidak berbakat. Dweck menyebut hal ini sebagai teori entitas. Sebaliknya, ada pula sebagian anak yang mendefinisikan intelegensi sebagai sesuatu yang dapat ditingkatkan. Untuk anak-anak ini, usaha merupakan sebuah tnda bahwa masih ada hal-hal yang perlu dipelajari. Dweck menyebut teori ini sebagai teori penambahan, yang menekankan bahwa kita dapat menjadi lebih pintar dengan menambah kealian dan menguasai tugas-tuasg sulit.
            Penelitian telah menunjukan bahwa sistem kekebalan tubuh dapat dipengaruhi oleh efek pengondisian klasik. Sedangkan pengondisian instrumental menunjukan empat variabel penting dalam stres: keteramalan, persepsi kontrol, persepsi peningkatan, dan penyaluran frustasi.
Lalu ada modifikasi perilaku yang merupakan penerapan dari pengondisian instrumental untuk mengubah perilaku manusia. Konsekuensi dari perilaku dibangun untuk menguatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku non-adaptif (Martin & Pear, 2007; Umbreit et al, 2007). Anak yang melempar kacamata dan memecahkannya mungkin terlalu banyak menerima perhatian dari guru dan teman-temannya; dalam hal ini secara tidak sengaja perilaku tersebut dapat dikuatkan. Dalam hal ini, orang tua dan guru dianjurkan untuk mengalihkan perhatian dari perilaku destruktif dan mentransfer ke perilaku yang lebih konstruktif, misalnya bekerja dengan khidmat atau bekerjasama yang baik dengan teman (Harris, Wolf, & Baer, 1964).

Modifikasi perilaku dapat menolong orang untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri mereka dalam aspek kesehatan fisik dan mental. Karena sekaranag pengondisian instrumental telah diterapkan pada bidang kesehatan fisik dan mental, serta pendidikan.

Belajar merupakan suatu proses perubahan baik dalam mental, fisik, maupun perilaku pada manusia. Pembelajaran sangat membutuhkan pengalaman dalam prosesnya, baik pengalaman melalui pembelajaran asosiatif maupun pembelajaran melalui pengamatan. Dalam pembelajaran asosiaif terdapat dua pengondisian, yaitu pengondisian klasik dan pengondisian instrumental. Masing-masing pengondisian memiliki ciri khas serta penerapan yang berbeda dalam pembelajaran
                        Dalam pembelajaran tentu tidak serta merta berjalan lancar tanpa hambatan. Ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Faktor-faktor tersebut ialah faktor kognisi, biologis, budaya, serta psikologis. Setiap faktor kendala terkadang menjadi hambatan yang sulit dalam pembelajaran, bergantung kepada bagaimana cara mensiasati faktor kendala tersebut agar tidak menjadi hal yang menyulitkan.
                        Pembelajaran pula berpengaruh kepada kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini berdasarkan fakta bahwa pengondisian klasik dapat menghasilkan imunosupresi (immunosuppression), yaitu suatu kondisi dimana saat produksi antibodi menurun. Sementara dalam pengondisian instrumental menghasilkan temuan bagaimana cara manusia dalam menghadapi stres. Aspek-aspek yang manusia lakukan dalam mengahadapi stres adalah prekditabilitas, kontrol, dan peningkatan.