Rabu, 09 Oktober 2013

Konsep Kecerdasan Islami

Konsep Kecerdasan Islami

Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Tarbiyah Ulul Albab

  DOSEN PEMBIMBING
Dr.H.Ahmad Khudori Saleh, M.Pd

KELOMPOK IV :
1.      ARI ISWAHYUDI (13410017)
2.      ARBITA WAFDATUL ILMIA (13410036)
3.      NURUL FADHILASANI (13410032)
4.      HILMAN MUTAQIN GUNAWAN (13410038)


JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGEGI (UIN(
MAULANA MALIKIBRAHIM MALANG
Oktober2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

            Puji syukur kami haturkan kepada Allah swt atas segala rahmatnya yang telah menciptakan manusia di atas mahkluk – mahkluk yang lainJuga tidak lupa shalawat dan salam atas junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.
Alhamdulilah berkat rahmat dan karunianya kami dapat meyelesaikan makalah yang berjudul KONSEP KECERDASAN ISLAMI. Makalah ini akan sedikit mengupas tentang kecerdasan, mulai dari kecerdasan dasar, macam-macam kecerdasan, dan mengenai EQ serta SQ.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritiknya sangat kami harapkan.
 Akhir kata kami ucapkan Terima kasih untuk semua yang  berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semuaAmin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb



                                                                                     Malang, 09 Oktober 2013


                                                                                   Penyusun

1.1.    Latar Belakang
Kecerdasan otak manusia merupakan anugrah dari Allah SWT. Kecerdasan bisa dikatakan juga sebagai potensi seseorang. Seseorang terlahir ke dunia ini sejatinya memiliki kecerdasan yang sama , hanya saja tiap orang berbeda-beda dalam mengasah kecerdasan otak nya.
Berbicara tentang kecerdasan, menarik untuk dibahas sebenarnya apa saja macam-macam kecerdasan manusia. Karena banyak dari kita yang sebenarnya belum menyadari kecerdasan dasar apa yang kita miliki, apakah kecerdasan dasar yang kita miliki sejalan dengan aktifitas kita sekarang atau malah sebaliknya. Untuk itu dirasa perlu dijelaskan sebenarnya apa saja macam-macam kecerdasan manusia.
Lalu ada EQ dan SQ yang juga dirasa perlu dijelaskan. Karena banyak dari kita yang belum memahami betul apa itu EQ dan SQ, serta kurang tepat dalam menggunakan EQ atau SQ. Kemudian bagaimana cara mengoptimalkan EQ dan SQ yang benar.
1.      Bagaimanakah konsep kecerdasan islam?
2.      Apa sajakah macam-macam kecerdasan dalam diri manusia?
3.      Apa yang dimaksud dengan EQ dan SQ?






1.      Memahami kecerdasan dasar (kognitif) manusia
2.      Memahami kecerdasan keahlian manusia
3.      Memahami EQ dan SQ

Secara umum kecerdasan manusia terbagi menjadi dua, yaitu kecerdasan dasar (kognitif) dan kecerdasan keahlian. Dari dua kecerdasan ini kecerdasan terbagi menjadi 4 dalam kecerdasan kognitif, dan menjadi 9 dalam kecerdasan keahlian. Setiap manusia tentu berbeda-beda dalam kecerdasan dasar yang ia miliki, begitupun dalam kecerdasan keahlian setiap orang pasti memiliki kecerdasan yang berbeda-beda.

2.1.1. Kecerdasan Kognitif (Dasar)

Semua obyek memiliki fungsi tersendiri. Rumah memiliki fungsi untuk melindungi manusia dari hujan, handphone memiliki fungsi telepon dan sms, manusia pun memiliki fungsi yang dinamakan fungsi kognitif atau kecerdasan dasar manusia. Inilah yang menyebabkan pikiran dan pendapat setiap orang berbeda-beda.
Secara umum ada 4 fungsi kognitif yang ada dalam setiap orang, yaitu Intuition, Sensing, Thinking, dan Feeling. Setiap fungsi ini memiliki dua cara pengekspresian, ekspresi ke dalam (Introvert) dan keluar (Ekstrovert). Karena itu, keempat fungsi ini terpecah menjadi 8. Inilah kedelapan fungsi utama manusia.

2.1.1.1. Intuition

Intuitif adalah fungsi yang menyebabkan seseorang dapat berimajinasi dan melihat berbagai hal secara gambaran besar. Orang yang dominan menggunakan fungsi ini dapat melihat suatu permasalahan dengan berbagai sudut pandang. Mereka anti terhadap hal-hal secara detail atau bisa dikatakan abstrak. Fungsi ini membuat si pengguna memiliki vision ke depan.

A.   Extroverted Intuition (Ne)

Dengan arah pengekspresian keluar, fungsi Ne menjadikan penggunanya eksploratif dengan dunia luar. Orang dengan dominan fungsi Ne senang dan berani mencoba ide-ide baru. Mereka akan selalu memikirkan bagaimana sesuatu hal bisa diubah menjadi hal lain yang menurutnya lebih menarik. Fungsi ini menjadikan penggunanya penuh ide dan kreatif, walaupun sebagian ide tersebut tidak bermanfaat sekalipun. Namun, fungsi inilah yang berpotensi membuat perubahan besar. Penemu-penemu terkenal secara sadar atau tidak sadar menggunakan fungsi ini dalam proses menemukan temuannya. Ibaratnya kalo ada masalah menghalangi, fungsi ini memberikan arahan bagaimana kita dapat menemukan jalan alternatif, bukan melawan atau mundur, tapi melompati. Ne berusaha mendapatkan beberapa solusi untuk satu masalah.
Ciri-Ciri :
ü  Inovatif
ü  Bicara cepat
ü  Pikiran imajinatif
ü  Selalu ingin berbeda
ü  Pakaian yang dipakai tidak biasa / anti-mainstream
ü  Cepat bosan
ü  Selalu bertanya "Kenapa" terhadap suatu hal
ü  Suka melakukan brainstorming

B.      Introverted Intuition (Ni)

Sama seperti Ne, fungsi Ni memiliki "mata" terhadap masa depan. Perbedaannya dengan Ne adalah Ne berusaha mendapatkan ide baru dan baru, sedangkan Ni berusaha melihat satu ide atau obyek dengan sudut pandang yang lain bahkan bertolak belakang. Pengguna Ni memiliki perspektif atau pandangan tersendiri yang unik terhadap suatu hal. Pikiran seorang Ni terkadang tidak dapat tersampaikan secara utuh melalui lisan karena terlalu dalam dan kompleks. Ni berusaha menghubungkan suatu masalah dengan akibatnya, dan akibat dari akibatnya, dan seterusnya.

Ciri-Ciri :
ü  Sering menemui saat-saat "Aha!" (menemukan ide baru)
ü  Tenang
ü  Berusaha memahami sesuatu yang kompleks
ü  Kreatif
ü  Memiliki visi jauh ke depan
ü  Pertimbangan jangka panjang
ü  Berpikir abstrak
ü  Dapat menerima ide baru

2.1.1.2. Sensing

Fungsi sense berarti mendapatkan informasi dengan merasakan melalui kelima indera secara langsung. Maksudnya adalah dengan fungsi ini, apa yang dirasakan oleh indera lah yang merupakan informasi valid. Lain dengan fungsi intuitif yang berimajinasi tentang meteor jatuh setelah melihat sebuah batu kerikil, fungsi ini tidak membiarkan seseorang untuk berimajinasi, melainkan menganggap batu kerikil hanyalah sebuah benda kecil dan berdebu yang terlihat di jalan.

A.   Extroverted Sensing (Se)

Fungsi Se membuat seseorang tertantang dengan tantangan-tantangan yang bersifat fisik. Mereka lebih tertarik dengan melakukan sesuatu yang dapat dirasakan langsung oleh indera. Perbedannya dengan Ne adalah Ne tertantang untuk mengadu ide, sedangkan Se tertantang secara fisik. Se melihat apa yang benar-benar terjadi. Fungsi Se membuat si pengguna tetap fokus pada kondisi di mana dan kapan ia berada saat itu juga. Pikiran mereka tidak melayang ke mana-mana seperti Ne.
Ciri-Ciri :
Ø  Suka tantangan
Ø  Berani secara fisik
Ø  Life is never flat
Ø  Cepat bosan
Ø  Gaul
Ø  Selalu update trend
Ø  Modis

B.   Introverted Sensing (Si)

Berbeda dengan Se yang mengekspresikan dirinya keluar dalam bentuk bergaul dan hedon, Si lebih menjadikan seseorang terlihat kaku. Arah pengekspresian introvert menyebabkan si pengguna Si terlibat dalam diri sendiri. Pengguna Si akan melibatkan memori yang ada di dalam otak untuk memproses data yang didapatkan saat ini. Si terobsesi dengan hal-hal yang memang sudah familiar bagi mereka. Mereka tidak menyukai hal-hal baru yang tidak sesuai dengan apa yang ada di memori. Mereka akan menerima hal baru tersebut apabila di ingatan terdapat hal serupa dan pernah berbuah baik. Fakta adalah absolut benar!
Ciri-Ciri :
Ø  Ingatan tajam
Ø  Suka dengan hal-hal mendetail
Ø  Sangat patuh terhadap aturan setempat
Ø  Sadar akan perubahan terkecil sekalipun dalam jangka waktu lama
Ø  Mengikuti tradisi dan meneruskannya
Ø  Tidak suka hal baru yang tidak bermanfaat
Ø  Yakin 100% terhadap fakta saat itu juga
Ø  Sangat teliti

2.1.1.3. Thinking

Fungsi ini mencakup logika untuk memutuskan sesuatu. Mulai dari hal kecil hingga hal-hal besar akan dipertimbangkan secara logika. Benar atau salah. Kalau tidak benar, berarti salah. Itu saja.

A.    Extroverted Thinking (Te)

Fungsi Te menyebabkan seseorang fokus kepada tujuan. Fungsi ini terwujud dalam bentuk sikap ambisius. Orang dengan dominan fungsi ini cenderung tidak melihat seseorang berdasarkan emosi, melainkan manfaat orang tersebut terhadap tujuannya. Orang dengan fungsi dominan Te akan secara blak-blakan memberitahukan apa yang salah dan yang benar menurut pemahamannya. Tidak memandang bulu, siapapun bisa benar dan salah. Te membuat seseorang sangat terorganisasi. Mereka secara naluri akan mengambil alih kepemimpinan.
Ciri-Ciri :
·         Berbicara blak-blakan dan terkesan kasar
·         Suara berbicara keras
·         Tegas
·         Suka memerintah
·         Terorganisasi
·         Berpikir efisien
·         Ambisius
·         Produktif

B.   Introverted Thinking (Ti)

Fungsi Ti membuat si pengguna cenderung berpikir mengenai aturan-aturan yang terbentuk secara alamiah. Ti berusaha meyakinkan, memahami, dan mendapatkan informasi secara logis dan terorganisir berdasarkan prinsip dan ketentuan alam yang berlaku. Karena inilah, dengan fungsi Ti seseorang dapat menganalisa sesuatu secara benar dan tepat secara teknis. Pengguna Ti cenderung mempertahankan logika hasil analisisnya secara persisten sampai ia dapat membuktikannya atau terbukti salah.
Ciri-Ciri :
·         Analitis
·         Logis
·         Suka akan hal-hal teknis
·         Teoritis
·         Obyektif

2.1.1.4. Feeling

Fungsi feeling adalah satu fungsi pada seseorang yang melibatkan perasaan atau emosi. Fungsi ini adalah kebalikan dari fungsi Thinking. Fungsi ini menjadikan penggunanya sensitif terhadap norma-norma yang berlaku antar-sesama. Berbanding terbalik dengan Ti/Te yang memutuskan segala sesuatu berdasarkan logikanya, fungsi Feeling sangat menjunjung tinggi etika.

A.   Extroverted Feeling (Fe)

Mereka yang dominan menggunakan fungsi Fe memutuskan sesuatu berdasarkan norma yang berlaku dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, Fe akan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Mereka seringkali melakukan sesuatu tanpa mengetahui mengapa mereka melakukannya. Fe mengerti perasaan orang-orang di sekitarnya. Mereka selalu berkeinginan untuk membuat semua orang bahagia. Fe membuat seseorang yang menggunakannya bergerak secara dinamis dalam kehidupan sosial. Tidak hanya dengan sesama manusia, Fe juga terlibat secara emosional dengan semua makhluk hidup, bahkan bahkan benda mati sekalipun bagi dominan Fe yang kuat.
Ciri-Ciri :
v  Sosialis
v  Perasa
v  Sopan
v  Bertanggung jawab atas perasaan seseorang
v  Mengutamakan kebersamaan
v  Suka menolong dan member
v  Ekspresif
v  Selalu terlihat bahagia

B.   Introverted Feeling (Fi)

Berbeda dengan Fe yang memutuskan berdasarkan norma-norma dari lingkungan sosial, Fi melihat sesuatu adalah salah dan benar berdasarkan keyakinan dalam dirinya. Pengguna fungsi Fi akan cenderung mengikuti norma-norma sosial secara diam-diam. Namun, sekalinya ada konflik antara norma sosial dengan nilai yang diyakini, Fi akan berargumen seperti halnya Ti. Mereka yang dominan Fi biasanya perfeksionis dalam hal etika layaknya Ti yang perfeksionis dalam berlogika.
Ciri-Ciri :
v  Subyektif
v  Pendiam
v  Nada bicara lemah lembut
v  Emosional mendalam
v  Sangat sopan dan santun
v  Baik hati dan tidak sombong

2.1.2. Kecerdasan Keahlian

Kecerdasan adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan atau memecahkan suatu masalah yang ada di lingkungan hidupnya dengan cepat dan tepat. Kecerdasan itu tidak hanya karena bawaan dari lahirnya, nilai IQ, Gelar, dan Reputasinya. Tetapi, kecerdasan didasarkan oleh tingkat keingintahuan seseorang, tingkat kemalasan seseorang, dan masalah yang dapat di selesaikan dalam hidupkan. Jadi, yakinlah, ingatlah, tuliskan dalam kertas dan bawa kertas itu kemana-mana, bahwa "SAYA PINTAR".
Berikut ini adalah 9 tipe kecerdasan keahlian pada manusia.

2.1.2.1. Intellegence of Word (Kecerdasan Mengolah Kata)

Seseorang yang memiliki kecerdasan ini mengacu pada penggunaan bahasa lisan maupun tulisan dan kemampuan berbahasa dengan baik dan efektif. Biasanya orang yang memiliki Kecerdasan ini dapat menghibur, mengajar, meyakinkan dan memberikan argumentasi dengan bahasa yang sangat baik dan benar. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini biasanya suka dan tertarik dengan bermain kata-kata, diskusi, membaca, dan pastinya menulis. Seseorang yang punya kecerdasan ini mampu mengekspresikan hal dengan bahasa secara singkat, tepat dan jelas. Oleh karena itu, Orang yang memiliki kecerdasan ini dapat beragumen dengan baik. Untuk pekerjaan, biasanya menjadi Pelawak, Artis, Penulis, intinya yang berhubungan dengan bahasa dan tulisan.

2.1.2.2. Intellegence of Logic (Kecerdasan Logika)

Seseorang yang memiliki kecerdasan ini mengacu pada penalaran, logika, dan mengolah angka yang baik. Biasanya orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki pemikiran yang rasional. Orang yang memiliki Kecerdasan ini mempunyai kemampuan untuk memahami argumen lawan bicara dengan logis dan dapat memecahakan masalah matematika dengan baik dengan menggunakan kecerdasan logis dan  matematis. Para Ilmuan kebanyakan memiliki kemampuan ini untuk mendapatkan suatu hipotesa sebelum di uji. Untuk pekerjaan, biasanya menjadi seorang ilmuan, akuntan, dan yang berhubungan dengan logika dan matematis.

2.1.2.3. Intellegence of Visual (Kecerdasan Visual)

Seorang dengan kecerdasan ini memiliki tingkat seni yang tinggi. Kecerdasan ini mengacu pada visualisasi, gambar, ruang, dan tentang gambaran perasaan seseorang. Jika sobat sekalian punya hobi menggambar, jika ada yang terlihat dan langsung ingin diabadikan menjadi sebuah foto, mencoret-coret dinding, dan sebagainya. Berarti sobat adalah termasuk dalam katogori kecerdasan ini. Seorang yang memiliki kemampuan ini dalam hal pekerjaan sangat cocok untuk menjadi seorang pelukis, photografer, disainer, arsitek, dan lain-lain.

2.1.2.4. Intellegence of Music (Kecerdasan Musikal)

Nah, biasanya orang yang memiliki kemampuan ini sangat baik dalam mengingat, menyanyikan, dan menciptakan suatu irama musik. Orang dengan kecerdasan ini juga sangat peka dalam hal musik. Kecerdasan ini biasanya mempunyai suara yang merdu dan sangat baik dalam mengidentifikasi suatu nada. Mereka dengan kecerdasan ini sangat sentitif, bisa bekerja dengan mendenfarkan musik, juga mahir dalam memainkan alat musik. Mereka berfikir melalui melodi dan irama. Pekerjaan yang biasanya mereka dapatkan adalah menjadi penyanyi ataupun komposer yang baik.

2.1.2.5. Intellegence of Physical (Kecerdasan Fisik)

Nah, Bagi sobat yang suka joget-joget inilah tipe kecerdasan kamu. Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu mengendalikan gerak tubuh dengan baik. Mereka yang memiliki kecerdasan ini mempunyai keahlian fisik yang khusus lho, seperti lincah, kekuatan, gerak fleksibel, seimbang, dan juga kemampuan taktis yang baik. Pekerjaannya biasanya menjadi atlet, aerobik, mortir, penari, dan lain-lain.

2.1.2.6. Intellegnce of People (Kecerdasan Intrapersonal)

Seseorang yang memiliki kecerdasan ini sangat pintar dalam mengerti dan memahami perasaan orang lain. Dengan hanya menatap matanya. Sangat peka dengan perasaan dan suasana hati seseorang. Kecerdasan ini mengacu pada banyak hal, mulai dari kemampuan untuk memimpin, berempati, dan kemampuan untuk mengorganisir orang lain. Orang dengan kecerdasan ini juga memiliki kemampuan untuk belajar dari gerak tubuh dan tindakan seseorang, oleh karena itu Seseorang yang mempunyai kecerdasan ini belajar bukan melalui teori tetapi melalui tindakan atau langsung turun kelapangan. Biasanya cocok untuk menjadi Psikolog.

2.1.2.7. Intellegnce of Self (Kecerdasan Interpersonal)

Orang yang memiliki kemampuan ini peka dan pintar untuk mengenali emosi diri sendiri. Tahukah anda? Kecerdasan ini dapat dengan mudah mengetahui perasaan sendiri, memperkaya, membimbing, dan membedakan berbagai macam kondisi yang terjadi pada dirinya. Kecerdasan ini juga punya sebuah kemampuan khusus yaitu kemampuan Stasioner. 
Kemampuan Stasioner adalah kemampuan untuk menjadi netral dan sulit untuk di pengaruhi oleh keinginan, keyakinan, emosi, dan sebagainya ketika dihadapakan oleh suatu masalah. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cocok untuk menjadi wirausahawan.

2.1.2.8 Intellegence of Nature (Kecerdasan Natural)

Seseorang yang memiliki kemampuan ini sangat peka terhadap Alam, apa yang terjadi dengan alam, menyenangi dan menyayangi alam. Mereka dapat berhubungan baik dengan alam apalagi lingkungan sekitarnya, biasanya mereka pasti memiliki hewan peliharaan atau pun memelihara bunga. Seorang yang memiliki kecerdasan ini biasanya menjadi ahli biologi, pecinta alam, aktifis lingkungan, dan lain-lain.

2.1.2.9. Intellegence of Existence (Kecerdasan Intuitif)

Dan yang terakhir, Kecerdasan Intuitif adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dengan tingkat insting yang baik. Biasanya orang yang memiliki kecerdasan ini peka terhadap makna kenapa kita hidup di dunia ini. Seseorang yang mempunyai kecerdasan ini dapat mengetahui sesuatu yang benar atau salah dari insting dan naluri yang dia miliki. Biasanya kecerdasan ini dimiliki oleh Da'i, Ustadz, juru Dakwah, Pemimpin, dan lain-lain.

Kecerdasan Emosional (EQ)
Selama bertahun-tahun Kecerdasan Intelegensi (IQ) telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.
Daniel Goleman (1999), adalah salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ).

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional (EQ)

Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Patton (1998) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengetahui emosi secara efektif guna mencapai tujuan, dan membangun hubungan yang produktif dan dapat meraih keberhasilan. Sementara itu Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif.

Dari beberapa pengertian tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.

2.2.2. Fungsi Kecerdasan Emosional (EQ)

Salah satu komponen penting untuk bisa hidup di tengah-tengah masyarakat adalah kemampuan untuk mengarahkan emosi secara baik. Penelitian yang dilakukan oleh Goleman (Ubaydillah, 2004:1) menunjukkan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% sisanya 80% ditentukan oleh serumpun faktor yang disebut kecerdasan emosional. Dalam kenyataannya sekarang ini dapat dilihat bahwa orang yang ber-IQ tinggi belum tentu sukses dan belum tentu hidup bahagia.
Orang yang ber-IQ tinggi tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi. Emosinya yang tidak berkembang, tidak terkuasai, sering membuatnya berubah-ubah dalam menghadapi persoalan dan bersikap terhadap orang lain sehingga banyak menimbulkan konflik. Emosi yang kurang terolah juga dengan mudah menyebabkan orang lain itu kadang sangat bersemangat menyetujui sesuatu, tetapi dalam waktu singkat berubah menolaknya, sehingga mengacaukan kerja sama yang disepakati bersama orang lain. Maka, orang itu mengalami kegagalan.
Di lain pihak beberapa orang yang IQ-nya tidak tinggi, karena ketekunan dan emosinya yang seimbang, sukses dalam belajar dan bekerja. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan diri dan lingkungannya, mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri, dapat mengubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik, serta mampu bekerja sama dengan orang lain yang mempunyai latar belakang yang beragam. Ini berarti orang yang cerdas secara emosi akan dapat menampilkan kemampuan sosialnya, dengan kata lain kecerdasan emosi seseorang terlihat dari tingkah laku yang ditunjukkannya.
Asumsi ini diperkuat oleh pendapat Suparno (2004:21) yang menjelaskan jika kecerdasan seseorang tidak hanya bersifat teoritik saja, akan tetapi harus dibuktikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Masih menurut Goleman, biasanya pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.


2.3.1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Menurut Munandir (2001 : 122) kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru.
Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.  Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral.
Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kecerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta.
Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.

Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya  menuju kearifan, dan untuk mencapai  kebahagiaan yang abadi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.

2.3.2. Konsep Kecerdasan Spiritual (SQ)

Kecerdasan spiritual bukan kecerdasan dalam menjalankan agama, karena penekannannya pada pemaknaan semata. Istilah spiritual tersebut tidaklah merujuk kepada sumber atau proses hidup (spirit, ruh).  Kecerdasan spiritual bukanlah untuk memenuhi kebutuhan ketuhanan atau ruhaniyah (spirit), dan bukan pula untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai yang merupakan suatu kebutuhan vital yang hanya dapat digali dari sumber wahyu ilahi. Kecerdasn spiritual ini lebih menekankan  pada upaya solutif terhadap segenap kompleks dan permasalahan eksistensialnya, tanpa harus berhubungan dengan agama atau nilai-nilai ilahiyah.
Agama dan spiritual adalah dua hal yang saling melengkapi. Pada dasarnya tiap agama monotheis mempunyai dua dimensi keberagaman, yaitu dimensi eksoteris yang berupa ritus-ritus lahiriyah dan rangkaian doktrin serta norma-norma yang didasarkan pada wahyu Tuhan  dan dimensi esoteris yang berupa pemaknaan atas hakikat simbol-symbol keagamaan atau asek-aspek rohaniyah (spiritualitas). Bahkan, dimensi esoteric tersebut lah yang merupakan jantung agama, karena agama merupakan suatu proses pendakian spiritual untuk kembali kepada kesejatian. Kematangan beragama eksoterik dengan ditunjang kematangan spiritualitas (esoterik) akan membawa pengaruh kepada pandangan menusia terhadap manusia dalam kehidupan, sehingga mampu menampilkan sosok yang arif dalam menyikapi segala problematika kehidupan dunia. 
Bagi umat Islam ditemukannya kecerdasan spiritual setidak-tidaknya  mampu berkarya khazanah berfikir dan memberikan motivasi untuk mengaktualitaskan ajaran Islam secara nyata (applicable). Disisi lain hal ini juga merupakan pintu pembuka kesadaran umat beragama, Islam khususnya, bahwa banyak pemeluk agama yang hanya terpesona pada masalah ritual agama dan kurang mempraktikannya dalam kehidupan keseharian. Beragama, sehingga keberagamannya tidak membawanya kepada kecerdasan spiritual dan ruhaniah.
Danah Zohar dan Ian Marshall menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk spiritual. Namun spiritualitas dalam konsepnya itu terbatas pada dorongan kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan “mendasar” atau “pokok”, seperti : mengapa saya dilahirkan?, apa makna hidup saya?, buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi atau merasa terkalahkan?, apakah yang membuat semua ini berharga?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat manusia merindukan untuk menemukan makna dan nilai dari apa yang diperbuat dan dialami, kerinduan untuk melihat hidup dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna serta kerinduan akan sesuatu yang bisa dicapai, sesuatu yang mampu membawanya melampaui diri dan keadaan saat ini, sesuatu yang membuat manusia dan perilakunya menjadi bermakna.
Untuk menjadi pribadi muslim yang cerdas secara spiritual dibutuhkan beberapa elemen, antara lain :
                               I.            Terwujudnya keseimbangan (equilibrium) antara kebutuhan fisik-biologis dengan mental religius
                            II.            Terhindarnya individu dari penyakit (symptom) hati dan jiwa
                         III.            Terciptanya ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup
Untuk mencapai ketiga hal tersebut maka al-aql dan al-qalb hendaknya diarahkan kepada dimensi ruhaniah (mencapai sifat-sifat ilahiah atau al-nafs al-muthma’innah) dengan moralitas terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) sebagai indikatornya, dan menghindarkan diri dari belenggu hawa nafsu yang secara naluriah memiliki tendensi pada dorongan agresive dandestructive, dengan moralitas tercela (al-akhlaq al-madzmumah) sebagai indikatornya. Di sini diri manusia ditingkatkan kedudukannya, sehingga mencapai ketenangan dan kesempurnaan. Inilah proses perjuangan hidup manusia yang sejati atau seperti yang disebutkan nabi sebagai jihad yang paling besar (al-jihad al-akbar).
Untuk menjadi muslim yang cerdas secara spiritual diperlukan adanya visi dan persepsi yang jelas bahwa hidup merupakan amanat dan merupakan jembatan emas menuju keridhaan Allah dan menciptakan keyakinan bahwa mendapatkan karunia dan keridhaan Allah merupakan tujuan hidup. Kesadaran bahwa manusia adalah milik dan dari Allah serta akan kembali lagi menuju Allah (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) perlu ditanamkan dalam sanubari yang paling dalam. Dengan kesadaran ini manusia akan merasakan kehadiran Allah, merindukan perjumpaan dengan Allah, berbuat, bersikap dan bernafas karena Allah swt semata-mata.
Dengan mengerjakan misi hidupnya yang sesuai dengan fitrahnya atau qudrah dirinya maka hati (qalb) manusia terselamatkan dari penyakit fikiran, dan jika hati (qalb) selamat (qalbun salim), ia akan ’melihat’ Tuhannya. Al-Ghazali menjelaskan bahwa satu-satunya perangkat dalam diri manusia untuk ber-ma’rifatullah adalah hati (qalb) nya. Qalb (hati) adalah rasa si jiwa (nafs) dan bukan rasa psikis (emosi) yang dapat tersentuh oleh observasi psikologis, ia adalah makhluk ruhani.
Konsep spiritualitas Islam pada dasarnya merupakan penjelasan tentang hubungan hamba dengan dzat Yang Maha Sejati, dengan melalui pendakian-pendakian spiritual yang terus-menerus menuju asal segala muasal. Kecerdasan spiritualitas seperti ini merupakan kemampuan manusia untuk mengenali potensi fitrah dalam dirinya. Fitrah ini adalah akar ilahiyah (original road) yang Allah swt berikan sejak ditiupkan ruh ke dalam rahim ibu. Dengan kesadaran yang semakin meningkat ini, akhirnya manusia visi hidup dan pemaknaan kehidupan terhadap dunia yang penuh arti dan pengharapan, karena perjalanan kehidupan sejati belum berakhir.
Dengan demikian adalah sangat tidak mungkin orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dapat menjadi cerdas secara spiritual. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional pada dasarnya hanya menyoroti hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas) yang berdimensi duniawi, sedangkan hal-hal yang terkait dengan Tuhan (hablun minallah) yang berdimensi ukhrowi belum terjelaskan. Untuk menjelaskannya secara tuntas diperlukan kecerdasan spiritual karenanya kecerdasan spiritual lah yang mampu mengoptimalkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional seseorang. Dengan kecerdasan spiritual manusia mampu berfikir secara kreatif, berwawasan ke depan dan mampu membuat aturan-aturan. Untuk dapat mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional secara optimal langkah yang tepat adalah dengan memulai mengasah kecerdasan spiritual. Meskipun demikian kecerdesan spiritual semata-mata tidak akan membawa kepada pencerahan yang sejati jika nilai-nilai luhur ilahiyah yang dikemas dalam ajaran agama diabaikan atau bahkan ditinggalkan.
Al-Qur’an menggambarkan struktur manusia yang terdiri dari : ruh (al-ruh), jiwa (al-nafs) dan jasad atau tubuh (al-jism). Dengan struktur yang demikian itu manusia mempunyai potensi-potensi spiritual untuk menjalin hubungan dengan Tuhannya, melalui peningkatan dan penyempurnaan. Dalam hal ini Jalaluddin Rahmat menjelaskan bahwa ruh adalah bagian yang paling terang, dan jasad atau tubuh adalah bagian yang paling gelap, sedangkan nafs (jiwa) adalah jembatan yang menghubungkan jism dan ruh. Setiap orang mempunyai nafs yang berbeda. Ada nafs yang lebih dekat dengan ruh; dan ada nafs yang sangat jauh dari ruh. Pada sebagian orang, nafsnya bersinar dan bergerak naik menuju wujud yang hakiki, yakni Tuhan. Pada sebagian orang lagi nafsnya sangat gelap dan bergerak turun menjauhi Tuhan, menuju ketiadaan. Nafs adalah barzakh yang selalu berubah.
Jiwa (nafs) manusia merupakan sesuatu yang dianggap bertanggung jawab terhadap segala aktifitas manusia dan yang akan diberi pahala atau hukuman di akhirat. Jiwa lah yang menerima pendidikan dan penyucian. Pendidikan dan penyuciannya dilakukan dengan mengasah hati (qalb), karena hati merupakan potensi rasa dari jiwa. Dialah yang mampu menangkap pancaran sinar-sinar ilahi. Dengan demikian, kecerdasan spiritual dalam pandangan Islam terletak pada jiwa (nafs), lebih khususnya pada hati (qalb) yang merupakan rajanya. Allah menempatkan hati (qalb) sebagai kesadaran manusia, sehingga Allah sendiri tidak mempedulikan tindakan yang kasat mata, bahkan Allah memaafkan kesalahan yang tidak dengan sengaja disuarakan oleh hati nuraninya.
Untuk menjadi cerdas secara spiritual manusia harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang mengilahi dalam cara dirinya mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi. Hal ini sangat ditentukan oleh upaya pendidikan dan pensucian hati, sehingga mampu memberikan nasihat dan arah tindakan serta cara pengambilan keputusan seseorang. Untuk itu maka hati (qalbu) harus senantiasa berada pada posisi menerima curahan cahaya ruh yang bermuatan kebenaran dan kecintaan pada ilahi, karena ruh memang berada pada martabat ilahi.

2.3.3. Fungsi Kecerdasan Spiritual (SQ)

Sebagai bentuk dari proses psikologis ketiga, kecerdasan spiritual berfungsi untuk mengoptimalkan kinerja dua jenis kecerdasan sebelumnya, yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kecerdasan spiritual bersifat menyatukan, yaitu bahwa berfikir bukanlah semata-mata proses otak semata (IQ), tetapi juga menggunakan emosi dan tubuh (EQ), serta dengan semangat, visi, harapan, kesadaran akan makna dan nilai (SQ). Perbedaan pokok kecerdasan spiritual dengan dua jenis kecerdasan sebelumnya adalah kinerjanya. Kecerdasan intelektual (IQ) menghasilkan jenis berfikir seri, yaitu kinerja dari aktifitas otak yang linier, logis dan rasional. Keunggulan berfikir seri dan kecerdasan intelektual adalah keakuratan, ketepatan dan responsibilitasnya. Kecerdasan emosional menghasilkan aktifitas berfikir asosiatif yang memiliki keunggulan dapat berinteraksi dengan pengalaman dan dapat terus berkembang melalui pengalaman atau eksperimen. Ia dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ia juga memiliki kemampuan untuk mengenali nuansa atau ambiguitas, yang tidak dimiliki oleh kecerdasan intelektual. Tidak seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional ini kurang akurat dan lambat dalam belajar serta cenderung terikat pada kebiasaan atau pengalaman.
Dari dua jenis kecerdasan tersebut kemudian ditemukanlah kecerdasan ketiga yaitu kecerdasan spiritual yang menghasilkan cara berfikir unitif atau menyatukan, yaitu menyatukan dua cara berfikir sebelumnya dan dengan kreatif menciptakan dan mengubah aturan-aturan yang telah terbentuk dalam proses berfikir dan mengarahkannya sesuai dengan kehendak kita. Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia untuk memaknai dan memberikan nilai terhadap segala pengalaman.

Dalam pandangan Islam ketinggian tingkat spiritual tidak semata-mata dilihat dari proses pemaknaan, melainkan terdapat suatu proses yang terus menerus yang disebut sebagai proses penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs) dan pengendalian hawa nafsu (mujahadah). Kearifan untuk memaknai kehidupan dalam konteks nilai yang lebih luas merupakan imbas dari proses tersebut dan bukan tujuan akhir. Tujuan akhirnya atau puncak spiritualitasnya adalah keridhaan dan cinta ilahi untuk dapat ma’rifat kepada Allah, sehingga dapat kembali kepada-Nya dengan selamat. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.


Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan itu pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu kecerdasan dasar (kognitif) dan kecerdasan keahlian. Dari dua bagian kecerdasan tersebut macam-macam kecerdasan terbagi menjadi empat dalam kecerdasan dasar, yaitu intuition, sensing, thinking, dan feeling. Dari keempat bagian tersebut kecerdasan masih terbagi lagi menjadi Extroverted dan Introverted pada setiap bagian. Sehingga dalam kecerdasan ada delapan bagian yang diliputinya.
Sedangkan dalam kecerdasan keahlian, dibagi menjadi sembilan cabang, yaitu kecerdasan mengolah kata, logika, visual, musikal, fisik, intrapersonal, interpesonal, natural, dan intuitif. Masing-masing dari manusia mempunyai kecerdasan keahlian nya masing-masing. Dan ada pula sebagian manusia yang mempunyai kecerdasan keahlian yang ganda.
Sementara dalam hal kecerdasan otak, ada EQ dan SQ. EQ berfungsi untuk mengatur emosi dalam diri manusia, dan untuk bisa menempatkan posisi seseorang dalam kehidupannya. Sedangkan SQ berfungsi untuk mengetahui nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, SQ bukan kecerdasan tentang agama, melainkan kecerdasan untuk dapat memposisikan diri dalam masyarakat.
Pada akhir bagian ini, kami ingin berterimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, karna tanpa bantuan dari semua yang terlibat dalam makalah ini makalah ini tidak akan bisa terlaksana. Tentu dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam isi-isi nya, untuk itu kami sangat membuka kritik dan saran agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar